Minggu, 18 Desember 2011

Children from Heaven

Children from heaven. Begitulah aku lebih senang menyebut mereka, anak-anak dari surga. Betapa polosnya, betapa jujurnya, betapa... betapa... Ah, betapa luar biasanya mereka. Sebuah sekolah kecil namun luar biasa, dengan guru yang luar biasa pula. Sabar, telaten, pantang menyerah. 26 November 2011 aku bertemu mereka. Tiga puluh satu jumlahnya, dan empat diantaranya membuatku terharu. Kurnia, anak perempuan delapan tahun itu mengidap epilepsi sekaligus tunagrahita ringan, namun dengan riangnya, mulutnya terus mengeluarkan alunan nada-nada indah. Memang tak seindah finalis Idola Cilik, tapi bagiku indah sekali. Perlahan tangannya bergerak mengikuti irama. Ah, sungguh mengharukan. Vina, perempuan sembilan belas tahun dengan gejala tuna grahita sedang. Telah bertahun-tahun sekolah di sana, namun baru bisa membaca belakangan ini. Selalu ada senyum di bibirnya. Sebagai seorang gadis 'dewasa', ia juga memiliki perasaan. Dengan polosnya, ia mengaku menyukai Pak Tian, salah satu guru di sana. Lucu sekali. Fahmi Azis Mubarak, laki-laki sembilan belas tahun dengan gejala tuna rungu. Tinggi, putih, dan... ehm, lumayan. Sama sekali tidak menyangka kalau ia murid SLB. Melihatnya, seperti mengingatkan kita bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Di usia yang seharusnya menginjak bangku kuliah, ia baru masuk tingkat SMP. Hobinya bermain bulu tangkis, bahkan pernah menjadi juara (entah tingkat apa, lupa). Dengan kekurangannya, ia ternyata memiliki kelebihan yang luar biasa. Yang terakhir, Ahmad Syaripudin, biasa dipanggil Aip. Anak sebelas tahun dengan gejala tuna grahita berat. Kebiasaannya meniru apa pun yang terjadi di sekitarnya. Ketika masuk kelas, dengan akrabnya dia menyalamiku dan tiba-tiba memanggilku "Teh Ia". Usut punya usut, katanya aku mirip kakaknya yang bekerja di Purwakarta, karena sama-sama berkacamata. Ah, mungkin ia merindukan kakaknya. Benar-benar mengharukan. Sungguh anak-anak luar biasa. Diantara kekurangan yang mereka miliki, ternyata tersimpan segudang potensi. Mereka mampu membuat kerajinan tangan yang aku pun tak mungkin terpikirkan. Indah sekali. Tapi, ada satu statement yang membuatku terkaget-kaget. Seorang anak berkata terang-terangan, "Guru SD mah galak." Ya, ia pernah sekolah di SD selama tiga tahun, dan mungkin mengalami sesuatu yang 'kurang nyaman'. Tapi percayalah, kami tak seperti yang kaupikirkan.